Senin, 21 Maret 2016

Hujan Kala Itu ...



Dan aku masih diam sembari menatapmu, betapa tenang ketika kau datang, betapa membahagiakan saat kita harus bersilang jalan. Kala itu ku beranikan untuk tidak lari apapun resikonya, aku hanya ingin melihatmu, merasakan betapa teduhnya setiap tetes yang jatuh menyentuh jemari tanganku. Meski kau tetaplah seperti itu, jatuh berderup bersama kilatan cahaya yang membelah langit, aku tidaklah takut. Meski aku berteriak berkali-kali, suara mu tetap saja seperti itu malah semakin kencang sembari mengguyur tubuhku yang kedinginan. Kau selalu seperti itu, diam meski kerap kali ku nyatakan perasaanku. 

Bersama angin kau berlari semakin kencang, tapi larimu tidaklah jauh. Aku berjalan diantaramu, aku suka karena ketika aku harus berteriak berkali-kali, menangis berkali-kali tak ada seorang pun yang memperhatikannya. Orang-orang banyak menghindarimu, mengurung diri dirumah sembari menikmati lagu. Aku tidak, aku bukan mereka. Seandainya tak harus memikirkan kesehatan, aku pasti selalu keluar tiap kali kau datang. Aku memikirkan kondisi tubuhku, aku gampang flu maka dari itu aku jarang menyapamu. Tapi hari itu ku beranikan diriku, seperti waktu kecil dulu, ekspresi bahagia yang tak terkira ketika bermain-main denganmu, meski ketika pulang kerumah disambut dengan mama yang marah-marah. Aku rindu saat itu, meski keesokan harinya hidungku memerah dan suhu tubuhku diatas rata-rata.
Sekali lagi aku nyatakan perasaanku, meski akhirnya kau tetap seperti itu. Berkali–kali kau acuhkan, pada akhirnya membuatku menyerah juga. Kau pergi tanpa mengucapkan kata pisah. Hujan, kau pergi menyisakan keheningan sore dikala itu.



Catatan Gadis Biasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar