Jumat, 17 Juni 2016

Senja



Selamat pagi, selamat siang, selamat sore selamat malam, kapanpun kau membaca anggap saja aku seperti sedang menyapa. Sudah lama aku tak mengisi blog, lebih dari sepuluh hari mungkin. Mengapa aku melakukannya ? Aku hanya sedang bingung beberapa hari belakangan, memutuskan menulis, membuka laptop, membuka word mengetik beberapa kalimat lantas laptop kututup lagi, terus terjadi seperti itu ketika aku hendak mencoba menulis sebuah cerita fiksi. Ada ide, buka laptop lagi, selang lima menit aku bingung harus memulainya dari mana. Baiklah cukup basa-basinya.

Ketika senja beranjak. Aku mulai gelisah melihat langit yang tak lagi ceria. Bukan tentang mengapa ia harus pergi, tapi mengapa aku masih menunggunya disini seakan ia akan  cepat kembali. Ketika senja beranjak, aku sibuk merangkai ribuan kata untuk ku jadikan kalimat tepat salam perpisahan dengannya, tapi nyatanya aku terlambat saat malam menelannya lamat-lamat. Ketika senja beranjak. Aku mulai kesepian menatap kepergiannya dengan penuh kebodohan. Betapa bodohnya aku membiarkannya pergi begitu saja. Betapa bodohnya aku tak sempat mengucap sepatah kata. Betapa bodohnya aku hingga matahari hampir tenggelam aku masih sibuk menatapnya.

Senja, kau yang hadir sesaat menyisakan banyak pertanyaan menggantung dipikiranku. Mengapa harus sebentar diantara waktu satu hari yang dua puluh empat jam?. Mengapa hanya hadir ketika matahari perlahan-lahan mulai tenggelam ?. Mengapa tak kau biarkan aku yang bodoh ini tetap menatapmu sepuas yang ku mau?.

Tahukah kau senja, aku dan segala hiruk pikuk dunia ini punya cerita. Aku hanya ingin berbagi cerita seandainya kau memiliki waktu lebih lama. Tapi sayangnya, waktumu hanya sebentar dan ketika aku ingin mulai pembicaraan aku hanya diam terpaku menatap betapa agungnya yang telah menciptakanmu. Senja, yang ku tahu beberapa hari ini kau tidak hadir, digantikan hujan yang pada akhirnya membuatku ketakutan. Kilas cahaya yang membelah langit selalu tak mengenakkan. Senja, aku suka hujan, tapi tidak dengan kilat dan petir yang memekikkan.

Senja, aku selalu mengagumi mu. Aku adalah seorang pengagum yang tak pernah menujukkan identitasnya. Betapa bodohnya aku ini, bukan ? Aku harap pertemuan-pertemuan selanjutnya aku tak lagi merasa kesepian. Aku lebih bisa mengontrol perasaan. Hanya memandangimu itu sudah lebih dari cukup. Terimakasih senja, telah hadir mempercantik langit di kala sore.
                                                                                                Penikmat senja

Minggu, 05 Juni 2016

Assalamualaikum Ramadhan



“Aku yang dulu bukanlah yang sekarang” Sedikit mengutip dari lagu yang sering dinyanyikan orang-orang beberapa waktu lalu. Aku, kamu, kita, mereka, bukanlah seorang yang selalu sama setiap waktunya, bukan pula menjadi orang lain dengan segala keunikannya. Kita hanyalah orang yang bergerak maju, mengungkap semua takdir yang terus melaju, menjadi pribadi baru untuk menjadi kuat. Kuat bukan berarti dapat memikul semua beban yang berkilo-kilo dengan kekuatan tangan. Kuat disini maksudnya lebih tegar, lebih sabar, lebih siap dengan segala kedaan. 

Orang-orang berkata tentang masa lalu yang menyakitkan harus dilupakan, bagiku tidak harus seperti itu. Masa lalu itu adalah bagian dari diri kita sendiri, semenyakitkan apapun, setidak menyenangkan apapun, toh itu semua telah lewat dan hanya melintas sesaat. Banyak hal terjadi begitu saja tanpa kita rencanakan, banyak pula ekspresi yang kita tunjukkan. Sedih, senang, bingung, galau, datar, semua hal terjadi karena rencana tuhan. Kadangkala kamu menyalahkan keadaan karena tak pernah mau memihak, tapi sebenarnya kamulah yang tak pernah baik dalam memilih. 

Aku, kamu, kita, mereka mungkin punya cerita yang tidak menyenangkan, tapi aku, kamu, kita, mereka, sekarang berbeda. Seseorang yang mungkin lebih dewasa dalam menyikapi kehidupannya. Seseorang yang mungkin akan terus berbenah. Seseorang yang mungkin terus bergerak maju menatap masa depannya.

Assamualaikum Ramadhan
Maaf atas semua khilaf dan salah. Aku yang sekarang mencoba berbenah