Pernah
aku bertanya mengapa aku dulu semangat sekali untuk berjalan menjauh, melupakan
beberapa hal yang terus menggangguku, meninggalkan kepingan hati yang tak mau
pergi bersamaku. Padahal sebenarnya yang kulakukan tak jauh dari kata menunggu,
menyelami setiap perasaan dari beberapa pengakuan, menenggelamkan kenyataan dan
memutuskan harapan, bersimpangan jalan tapi tak membuat pilihan.
Pada
nyatanya kenyataan tetaplah kenyataan, meski ku bersikap seolah ingin membagi
beban, meski ku bersikap seperti tak memupuk harapan, meski ku bersikap seperti
tak kehilangan. Rapuh, lusuh, tak pernah bergerak maju. Pupus dari semangat
yang kini semakin jauh. Entah apa yang kupikirkan, menunggu semua tenang agar
fokusku tak terganggu, memilih diam sambil memenuhi tugasku. Tapi yang kurasa
semua membosankan, tak ada yang menarik untuk dilirik, tak ada yang membuat
semangatku kembali naik. Inilah masalahku yang tak pernah selesai dengan waktu,
terulang dan terulang lagi hal yang sebenarnya ingin ku buang jauh. Tapi tetap
saja, melupakan dan mengingat kini sama kabasnya, andai saja semudah menekal
tombol restart ulang di game, andai saja semudah membalikkan telapak tangan.
Aku
selalu suka hujan, tapi kurasa hujan kali ini berbeda. Ia datang tak seperti
biasanya hingga aku terlalu gelisah. Takut-takut salah aku biasa saja
menanggapinya, hinga akhirnya ia pergi dan aku mematung sendiri.
Dan
akhirnya aku hanyalah menjadi sesuatu yang terlupakan