Di jalan ini, aku
tergugu menatap kedepan. Aku tahu kehidupan tak selalu mudah seperti yang
sebelumnya ku pikirkan. Saat aku harus dituntut berpikir bagaimana cara agar
tetap bertahan, saat pertahananku mulai lemah dan goyah dengan kedaan, Saat
keadaan benar-benar tak memberikanku pilihan, saat cinta tak berniat memberiku
ruangan. Yah cinta, cinta yang perlahan-lahan mengikis kekuatan, cinta yang
diam-diam menyelusup mengendurkan pertahanan, cinta yag bersihkeras tak ingin
berdamai dengan kedaan.
Aku hanya bisa terdiam,
mendengarkan bait-bait hatiku yang bungkam. Aku kalah, aku tak bisa berdamai
dengan hatiku. Ia merajuk dan membuatku kelabakan. Apa kau pernah patah hati?
Bagaimana rasanya? Apakah sakit, atau bagaimana ? . Apa kau pernah terluka?
Bagaimana wujudnya, apakah berdarah ? Apa rasanya sakit ? Apa kau memiliki
obatnya? . Aku terluka karena pikiranku sendiri, setiap simpul perhatian yang
aku artikan sebagai simpul cinta dan ternyata bukan. Aku terluka dengan
berbagai ekpektasi yang sebenarnya bertolak belakang dengan kenyataan. Aku
salah menerjemahkan, seharusnya pengalaman menjadikanku lebih berhati-hati
dalam menilai. Ternyata tidak semua orang ingin tinggal, ada yang hanya ingin
singgah sebentar, ada yang langsung pergi tanpa permisi, ada yang sebenarnya
ingin tinggal tapi tiba-tiba melarikan diri. Meski aku menyediakan tempat, aku
tak bisa menahan seseorang untuk tidak pergi. Seharusnya aku tidak membuka hati
begitu saja.
Luka yang datang silih
berganti, membuatku terbiasa . Kekecewaan yang aku buat sendiri, memberikanku
kekuatan. Aku pernah kecewa, Aku pernah terluka tapi apakah aku harus menangis
dan menyesali semua? Apa aku harus mengutuk semua kedaan dan takdir yang tak
pernah memihak padaku? Apa aku harus marah yang entah akan tertuju pada
siapa? Tidak, aku tidak sebodoh itu. Aku pernah kecewa, pernah terluka
tapi aku percaya itu adalah cara Tuhan untuk membuatku dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar